Artikel Terbaru

Akhlak Mulia Seorang Muslim

Print Friendly, PDF & Email

Ditulis oleh Muhammad Mirza dari kajian Ustadz Abu Haidar, Jumat 19 October 2012 – KBRI muscat Oman

Topik ini sangat penting untuk kita ketahui dan amalkan karena sesuai sabda Nabi dalam riwayat yang disampaikan oleh Imam Malik, “Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”, yang menggambarkan betapa pentingnya memiliki akhlak yang baik.  Pada bagian awal akan dikemukakan mengenai Tasydir atau stimulant, yaitu agar kita terdorong untuk memiliki akhlaq yang mulia, karena mungkin kita belum terdorong dikarenakan belum mengetahui hebatnya memiliki akhlak mulia dan berbagai keuntungan lainnya.

Faktor pendorong yang pertama adalah bahwa akhlak yang mulia akan dicintai dan dipuji oleh Allah. Seperti sabda Rasul, riwayat At Thabrani, dengan sanad shahih, pada kitab Al Jami, dikatakan bahwa, “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan dan mencintai ketinggian akhlak serta membenci akhlak yang buruk”. Juga dalam hadits lain, Nabi bersabda dengan lafadz yang berbeda, “Sesungguhnya Allah itu maha dermawan dan mencintai kedermawanan, dan mencintai ketinggian akhlak serta membenci keburukan ahklak”.

Nabi sebagai sosok manusia yang paling mulia akhlaknya, sampai selalu berdoa untuk meminta kebaikan akhlak, seperti sebuah doa dari riwayat Imam Muslim,

اَللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ، لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ. وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا, لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ.

“Ya Allah tunjukan aku kepada sebaik-baik akhlak, karena tidak ada yang dapat menunjukinya selain Engkau, dan palingkan aku dari keburukan akhlak, karena tidak ada yang dapat memalingkannya kecuali Engkau”.

Riwayat lain dari Imam Tabhrani, juga ada doa lain yang biasa dibaca oleh Nabi SAW:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ اْلأّخْلاَقِ وَاْلأَعْمَالِ وَاْلأَهْوَاءِ وَاْلأَدْوَاءِ

“Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari kemungkaran-kemungkaran akhlak, dan amalan-amalan yang munkar, hawa nafsu, dan penyakit-penyakit.”

Artinya kalau Nabi berlindung dari sesuatu, maka sesuatu itu berarti buruk di sisi Allah & Nabi.

Point yang kedua dari memiliki akhlak yang mulia adalah bahwa pahala dari akhlak yang baik, besarnya sama dengan pahala Shalat Tahajud & Shaum sunnah di siang hari, dan kita ketahui bahwa pahala kedua ibadah itu besar bila dilaksanakan. Maka memiliki akhlak yang mulia akan dibalas dengan pahala yang besarnya sama pahala kedua ibadah di atas. Hal ini dijelaskan di dalam sebuah Hadits seperti diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan juga Tabhrani, dengan sanad yang shahih, artinya, “Seorang muslim yang Musaddat (artinya sederhana dalam beribadah, simple, hanya melakukan yang wajib dan ibadah sunnah kadang ditingggalkan, karena meninggalkan ibadah Sunnah tidak berdosa), bisa mencapai derajat Showwam (yaitu orang yang rajin mengerjakan Shaum sunnah di siang hari) dan Qowwam ( yaitu rajin mengerjakan Sholat malam), dikeranakan kemulian tabiatnya dan tinggi akhlaqnya. Derajat itu tinggi karena banyak pahala, oleh karenanya Nabi mengatakan bahwa pahala juga bisa disebut sebagai ketinggian derajat.

Berdasarkan hal tersebut, maka kita bisa melihat betapa banyak pahala dari Allah untuk orang yang mempunyai akhlak yang baik. Dijelaskan dalam suatu hadist, dari Abu Ya’la, sabda Nabi, yang artinya, “Sesungguhnya Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan kebaikannya akan sampai pada derajat shaum dan zakat”. Maksudnya adalah, pahala dari ketinggian akhlak akan sama dengan pahala orang yang rajin melaksanakan shaum sunnah dan zakat.

Faktor pendorong yang ketiga adalah, bahwa memiliki akhlak yang baik merupakan tanda nyata dari kecintaan seseorang kepada Allah & Rasul-Nya, sedangkan akhlak yang buruk tidak mungkin mencintai Allah dan Rasul. Kecintaan ini harus dapat dibuktikan  akhlak yang baik. Seperti sebuah Hadits Nabi, dari Abdurrahman bin al Harits, yang artinya, “Kami saat itu sedang berada di samping Nabi, dan beliau meminta air dan kemudian berwudhu dari tempat air tadi, lalu kami berebutan menampung air bekas wudhu Nabi tadi kemudian mengusapkannya ke wajah dan tubuh kami, lalu Nabi bertanya, apa yang mendorong kalian melakukan hal ini? kami menjawab, karena kecintaan kami kepada Allah dan Rasul-Nya. Lalu Nabi bersabda bila kalian ingin agar Allah dan Rasul mencintai kalian, maka yang pertama adalah tunaikan amanat, jujur dalam berbicara, dan berbuat baiklah kepada orang yang bertetangga kepada kalian. Ketiga hal ini adalah merupakan akhlak mulia. Maka akhlak adalah perwujudan nyata dari cinta kita kepada Allah dan Rasul dan sebaliknya, Allah dan Rasul akan mencintai kita.

Nabi juga berwasiat secara khusus kepada salah seorang Sahabat yang sangat dekat, yaitu Muadz bin Jabal, ketika akan pergi untuk memenuhi perintah Nabi, dan wasiat Nabi adalah, “Bertakwalah kepada Allah dimanapun berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan karena kebaikan akan menghapuskan keburukan, dan berakhlaklah kepada manusia dengan baik, maka akan dicintai Allah dan Rasul-Nya”.

Faktor yang keempat, bahwa akhlak adalah indikator keimanan. Semakin tinggi iman seseorang, maka semakin mulia akhaknya, karena sesuai sabda Nabi, “Sesungguhnya Mukmin yang paling sempurna imannya, adalah yang paling mulia akhlaknya”, karena itu keimanan tidak bisa dilepaskan dari akhlak. Juga dari hadits Nabi yang lain, “Siapa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memulikan tamu, memuliakan tetangga, dan berkata baik atau diam”, ini semua adalah akhlak dan ini bukti bahwa akhlak adalah indikator keimanan sesorang. Memang Iman terdapat dalam hati, karena merupakan keyakinan, tapi dapat dilihat inidkatornya, yaitu berupa akhlak, yang dapat dilihat dari seseorang. Sama seperti tangki bensin dalam kendaraan motor, kita tidak bisa melihat dari luar apakah kendaraan tersebut terisi bensin atau tidak, namun kita dapat mengetahuinya dari jarum indikator, yang akan menunjukan penuh atau kosong. Demikian pula Iman indikatornya adalah akhlak, makin sempurna iman, semakin mulia akhlaknya.

Pendorong kelima agar kita memiliki akhlak yang baik, karena dapat menyebabkan pelakunya dicintai Rasul dan kelak kedudukannya akan dekat dengan Nabi pada hari kiamat nanti. Dan kita ketahui bahwa kedudukan Nabi pada hari akhirat nanti akan tinggi. Orang dengan akhlak yang baik, akan mempunyai kedudukan yang tinggi, sepert sabda Nabi, dan perkataan Nabi bukan dari karena perkiraan Nabi atau Nabi meraba-raba, akan  tetapi wahyu dari Allah. Nabi tidak pernah berkata dengan hawa nafsu, perkataan Nabi selalu bersumber dari wahyu Allah. Allah berfirman mengenai hal ini dan untuk menjamin sekaligus ancaman untuk Nabi di Al Qur’an Surah Al Haq, ayat 44-48, bahwa seandainya Nabi mengada-ada sebagian perkataan dan mengatasnamakan Allah, maka Allah akan memutuskan urat leher Nabi dengan cara dipegang, sehingga tidak mungkin ada yang dapat menolongnya. Namun sejarah berbicara bahwa sampai Nabi meninggal, tidak ada tanda-tanda putus urat leher, dan ini bukti bahwa Nabi selalu berbicara tanpa hawa nafsu, tapi merupakan wahyu Allah. Apalagi kita yang mengada-adakan amalan dan berkata ini dari Allah, maka dosanya sangatlah besar, nanti akan dibalas di akhirat, oleh karenanya kita harus berhati-hati.

Dan kembali kepada sabda Nabi bahwa orang yang berakhlak mulia, akan dicintai dan dekat kedudukannya dengan Nabi, seperti diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, dengan sanad hasan, pada kitab Al Jami, nabi bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian, dan yang paling dekat kedudukannya dengan aku pada hari kiamat nanti, yaitu orang yang mempunyai akhlak yang mulia dan sebaliknya, ada 3 golongan orang yang paling dibenci Nabi juga akan memiliki kedudukan yang paling jauh dari Nabi, yaitu yang pertama al tsartsarun, atau orang yang cerewet, memiliki banyak perkataan namun tidak bermakna. Yang kedua adalah al mutasadiqun, yakni orang yang memaanjangkan berbicaranya kepada manusia dengan cara dibaguskan hanya sekedar untuk memancing pujian dari manusia. Dan yang ketiga, adalah al mutayafiqun, yaitu orang yang sombong”. Ketiga sifat ini adalah gambaran keburukan akhlak. Dan hal ini sangat dibenci dan akan memiliki kedudukan yang jauh dari Nabi pada hari kiamat nanti.

Point keenam yang mendorong kita untuk memiliki akhlak yang mulia adalah hal ini akan membuat timbangan kebaikan kita di akhirat nanti jauh lebih berat, dan terberat dari amalan-amalan lain. Di hari akhirat nanti akan ada timbangan, dan kita wajib mengimaninya, karena sesuai dengan firman Allah, bahwa, “timbangan di akhirat nanti benar/haq dan pasti ada”. Ada 3 hal yang akan ditimbang, yang pertama adalah pahala dari amal-amal baik kita, yang nanti akan menjelma, menjadi apa tidak dijelaskan. Ibnu Abas menyatakan, semua pahala dari amal hamba nanti di akhirat akan berwujud. Yang kedua yang akan ditimbang adalah buku catatan amal, sebagaimana sebuah hadits, bahwa Allah akan membentangkan 99 buku, hadits Imam Bukhari, yang berisi kesalahan-kesalahan hamba di dunia, yang satu buku besarnya sebesar jauh mata memandang. Nanti setiap hamba akan ditanya untuk pengakuan dosa yang diperbuat di dunia, dan semua dosa yang disebutkan akan diakui oleh hamba itu, sampai dia yakin akan binasa karena azab Allah. Kemudian Allah akan bertanya, apakah hamba tadi mempunyai udzur atau kebaikan untuk menghapus semua dosa tadi, dijawab tidak ada, padahal ada. Maka akan dikeluarkan sebuah kartu berisi kalimat Syahadat, lalu disimpan kartu tadi di salah satu daun timbangan, dan daun timbangan yang lain menyimpa ke-99 jilid buku, yang tebal dan besar, ternyata lebih berat kartu tadi. Dan yang ketiga yang akan ditimbang adalah berat badan kita. Berat atau ringannya badan seseorang di akhirat, tidak ditentukan oleh bobotnya di dunia. Bila badan di dunia kecil, tapi selalu ibadah maka timbangannya akan berat. Seperti Hadits Riwayat Anas bin Malik, ketika Nabi dan para Sahabat melihat Abdullah bin Mas’ud, naik ke pohon kurma, ketika melihat betisnya yang kecil, mereka kaget, karena di bawah rata-rata ukuran betis orang. Maka Nabipun bersabda setelah melihat itu, “Demi Allah, yang jiwa Muhammad di genggaman-Nya, berat betis Abdullah bin Mas’ud nanti timbangannya akan lebih berat dari berat gunung Uhud, di akhirat nanti”. Hadits lain dari imam Muslim, bahwa nanti ada seorang laki-laki yang gemuk dan besar, yang akan ditimbang nanti di akhirat, dan beratnya ternyata lebih ringan dari sehelai sayap nyamuk karena secara fisik berat, namun karena tidak dipakai ibadah maka akan lebih ringan.

Bila timbangan kebaikan kita lebih berat, seperti dijelaskan dalam Al Quran, orang yang berat timbangan amal baiknya, maka akan beruntung, bila sebaliknya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Jadi selamat tidaknya hamba diakhirat, akan ditentukan oleh timbangan amal baik, apakah berat atau tidak dan kebaikan-kebaikan bisa menghapus dosa-dosa kita. Dan salah satu yang bisa menyebabkan timbangan kita sangat berat nanti adalah akhlak mulia. Seperti dinyatakan dalam sebuah Hadits, riwayat imam Tirmidzi, dengan sanad hasan shohih, dalam kitab Dhohih al Jami, sabda Nabi yang artinya, “tidak ada seusuatu pun yang lebih berat timbangannya dibanding akhlak yang baik dan Allah membenci akhlak yang keji dan kasar”.

Point ketujuh, dengan akhlak yang baik, adalah penyebab terbesar orang masuk surga. Seperti hadits dari Abu Hurairah, riwayat al Tirmizi, ketika Rasul ditanya oleh para Sahabat, yang menjadikan penyebab orang masuk surga, yaitu takwa kepada Allah, dan memiliki akhlak yang baik, sedangkan penyebab yang buruk yang menyebabkan sesorang masuk neraka, yaitu mulut dan alfaraj. Kemudian diperjelas dalam hadits lain, riwayat imam  Ahmad, Rasulullah bersabda,  dengan sanad yang shahih, “Jaminkan 6 perkara pada dirimu, akan aku jamin kamu akan masuk surga. Pertama, jujurlah bila kalian berbicara, kedua, penuhilah bila kalian berjanji, ketiga, laksanakan bila kalian diamanati, keempat, pelihara faraj-farajmu (baik itu memelihara dari zina atau dari menampakkannya kepada orang), kelima, tundukan pandanganmu, dan yang keenam, tahan tangan kalian dari memukul orang atau menyakiti orang lain. Enam perkara ini seluruhnya menyangkut akhlak.

Maka memiliki akhlak yang mulia, memiliki keutamaan sangat banyak dan sebaliknya orang yang berakhlak buruk akan banyak kerugiannya. Pertama, akan dibenci oleh Allah seperti dijelaskan di atas, kedua dibenci Rasul dan kedudukannya jauh di akhirat nanti juga telah dikemukakan pada hadits Nabi di atas, serta yang ketiga, akhlak yang buruk, dapat menggugurkan pahala kebaikan yang telah kita kerjakan serta mendapat tambahan dosa yang banyak. Dan Nabi mengatakan orang seperti ini sebagai orang yang bangkrut di akhirat kelak. Seperti dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi bertanya kepada para Sahabat, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut di hari kiamat nanti?” Sahabat mengira makna kata bangkrut ini berkaitan dengan dunia jual beli/bisnis, lalu dijawab oleh Sahabat bahwa orang yang bangkrut sebagai orang yang tidak mempunyai harta atau kekayaan atau rugi dalam urusan jual-beli.  Nabi menjelaskan bahwa maksud dari kata bangkrut tadi, adalah orang yang nanti pada hari kiamat membawa pahala sholat, shaum, zakat, tapi karena banyak melakukan kedholiman terhadap orang lain dan mempunyai akhlak yg buruk, pahala tersebut menjadi terhapus.

Lebih lanjut Nabi menjelaskan, orang yang tadi mencela, memukul, menghina, menuduh, orang lain, maka pahala orang tadi akan diambil orang-orang yang didholimi tadi, dan kelamaan akan habis, serta ditambah dengan akibat lainnya, yaitu dosa orang yang didzolimi tadi dilimpahkan kepada orang tersebut. Oleh karena itu akhlak yang buruk akan menghancurkan kebaikan dan menambah dosa.

Lalu bagaimana kita bersikap terhadap orang yang mendzholimi kita? Sikap kita seharusnya adalah kedzholiman orang lain tidak perlu dibalas, tidak perlu sedih, dan sakit hati, karena yang sebenarnya kita dalam posisi beruntung. Mengapa? Karena dengan orang mendhalimi kita, sama dengan memberikan pahala orang tadi, dan dosa kita di limpahkan kepadanya. Maka kita tidak perlu sakit hati dan kecewa, karena kedzholiman ini akan langsung dibalas oleh Allah.

Setelah kita mengetahui keuntungan dan kerugian, maka tidak ada pilihan lain bagi kita memiliki akhlak yang baik dan menghindari akhlak yang buruk, maka doa Nabi, “Ya Allah tunjukan saya akhlak yang baik, karena hanya Engkau yang bisa menunjukannya, dan palingkan dari keburukan akhlak, karena hanya Engkau yang bisa memalingkannya”. Nabi selalu berlindung dari keburukan akhlak dengan doa tadi, apalagi kita sebagai Mukmin yang mempunyai banyak kelemahan, dan ini kita harus menyadarinya.

Point kedua, bagaimana caranya agar kita memiliki akhlak yang baik, yaitu dengan cara memperkuat iman, memperhebat ibadah kita. Karena harus selalu kita ingat bahwa indikator keimanan, adalah dengan memiliki akhlak yang baik. Al Quran dan Hadits telah banyak menjelaskan keterkaitan ini. Seperti diterangkan dalam Al Quran, Surah Al Maun, mengenai keburukan akhlak, yang merupakan indikator rendahnya iman, artinya, “Tidaklah engkau perhatikan orang yang mendustakan agama, yaitu yang suka menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang-orang miskin”. Allah membandingkan, mengqiyaskan, sebuah amalan buruk dengan penyimpangan akidah, contohnya ketika memberi bantuan kepada orang lain, tapi dibarengi dengan mengucapkan kata-kata yang tidak baik kepada yang diberi, ini juga salah satu akhlak yang buruk.

Atau contoh lain seperti mengungkit-ungkit pemberian dengan cara menyakiti, dimana Nabi bersabda, bahwa nanti di hari kiamat ada 3 golongan manusia yang tidak diajak bicara, tidak diperhatikan, tidak disucikan, dan akan diazab oleh Allah, yaitu salah satunya Al Mannan, artinya adalah orang yang selalu mengungkit-ungkit pemberiannya. Keburukan akhlak ini disamakan oleh Allah dengan sifat Riya,yaitu sifat yang melaksanakan ibadah karena ingin dipuji orang lain. Riya ini salah satu bentuk penyimpangan akidah, dan yang mengetahui apakah dia Riya atau tidak hanya orang yang melakukannya. Riya disebut syirik kecil, karena ini penyimpangan tauhid, yaitu beribadah dengan tidak meniatkannya karena Allah.

Surah QS Al Baqarah 264,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَّا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Nabi juga bersabda, “Demi Allah tidak beriman dan diucapkan Nabi sampai 3 kali, maka para Sahabatpun bertanya siapakah mereka? Dijawab Nabi, yaitu orang yang suka mengganggu tetangga, dan ini juga salah satu contoh akhlak yang buruk, dan ini berarti orang tersebut tidak beriman. Karena itulah bila kita memiliki akhlak yang mulia dengan memperbaiki keimanan kita dan memperkuat tauhid kita.

Demikian juga ibadah dengan kita yang lakukan. Coba kita lihat ayat Al Quran yang menjelaskan efek positif Sholat, Allah bersabda, di surah Al Mukminun, bahwa Sungguh bahagia orang-orang Mukmin, yaitu orang yang Khusyu dalam Sholatnya. Efek dari sholat yang Khusyu’, orang tersebut setelah melaksanakan Sholatnya, pasti akan mempunyai akhlak mulia. Dalam surah Al Ankabut ayat 45, “Sesungguhnya Sholat itu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, dan ini adalah buah dari Sholat yang khusyu’, yaitu keburukan akhlak akan terhapus. Bila tidak, maka dikatakan sebagai orang yang lalai dalam Sholatnya dan akan dimasukan ke dalam Wail, yaitu bagian dari neraka jahanam bagian lembahnya, yang merupakan bagian terbawah dari dasar neraka.

Ulama mengatakan, ini sebagai Rahmat dari Allah, segal puji bagi Allah, karena yang akan dimasukan ke dalam Wail bukanlah orang yang lalai dalam Sholatnya, tetapi orang yang lalai setelah melaksanakan Sholat. Karena mungkin banyak orang yang tidak khusyu’ pada saat menunaikan Sholat, tetapi berubah akhlaknya setelah Sholat. Namun yang ditujukan pada ayat ini adalah seseorang ketika sebelum  menunaikan Sholat melakukan keburukan, dan setelah sholat tetap melakukan perbuatan keji dan mungkar. Penjelasan dari keji itu adalah perbuatan dosa yang merugikan diri kita, contohnya mabuk, berzina, judi, yang hal ini tidaklah merugikan orang lain. Sedangkan Mungkar, adalah perbuatan dosa yang menguntungkan diri sendiri tetapi membuat orang lain rugi, seperto maling, merampok, membunuh. Maka perbuatan mungkar harus dicegah karena dapat merugikan org lain. Sedangkan perbuatan yang keji juga mungkar, atau Fahsya wal Mungkar, contohnya, adalah merokok. Merugikan diri sendiri, karena merusak kesehatan, karena banyak penyakit yang akan diitmbulkan, sampai-sampai pemerintah mewajibkan menuliskan efek buruk dari rokok di kemasan rokok, namun tetap saja orang melakukannya. Juga merugikan orang lain, asap dari rook tadi akan terhisap oleh perokok pasif dan lebih rentan bahayanya dari perokok aktif.

Contoh yang lain misalnya ada makanan yang dimakan dapat menimbulkan bau mulut, dan Nabi melarang orang yang makan bawang tidak boleh mendekat ke Mesjid bila belum membersihkannya. Dikatakan Mahkruh karena bau yang ditimbulkannya, karena juga mengganggu para malaikat, para malaikat itu akan terganggu terhadapa hal apa saja yang membuat manusia terganggu. Salah saru kiat meraih kekhysuan Sholat adalah dengan sikat gigi, karena dikatakan dalam sebuah hadits, pada saat kita Sholat mulut malaikat  akan bersentuhan dengan mulut orang itu dan setiap ayatnya akan ditelan oleh malaikat, bila mulut kita berbau maka dapat dibayangkan.

Contoh lain lagi adalah di dalam sholat, Nabi melarang kita mengganggu orang lain dlm Sholat, misalnya bacaan yang terlalu dikeraskan, pada saat Tahajud dan ada orang yang sedang tidur di samping kita, atau pada Sholat masing-masing namun dengan saling mengerakan suara, dan ini adalah hadits Nabi, shahih imam Abu Dawud.Sholat mendidik orang untuk berakhlak mulia, demikian juga dengan ibadaha Haji dan Shaum. Misalnya ketika Shaum, dikatakan dalam hadits Nabi, seseorang yang sedang Shaum jangan berbuat Rofas, tidak boleh mendzholimi orang dan tidak boleh fasik. Bila Shaum kita disertai ucapan dan perbuatan yang sia-sia, maka shaumnya ditolak. Ibadah Haji, juga membentuk akhlak yang mulia, karena dikatakan dalam Al Baqarah, Siapa yang berhaji jangan berbuat rofas, fasik, dan jidal selama haji. Sehingga ada iming-iming, dalam hadits Nabi riwayat Bukhari dan Muslim, Siapa yang berhaji dan tidak berbuat rofas dan fasik, maka dia akan kembali ke rumahnya seperti bayi yang baru lahir, asal selama haji meninggalkan keburukan akhlak.

Maka ibadah yang dilakukan bermuara untuk berahklak mulia, bila sebaliknya, tetap berahklak buruk, maka ibadahnya ditolak Allah. Ini menunjukan keterkaitan ibadah dan akhlak, seerat iman dan akhlak. Marilah kita perdalam akidah, luruskan tauhid dan permantap ibadah.

Dengarkan Kajiannya langsung dari Ustadz Abu Haidar di audio player berikut:

  1. Akhlak mulia seorang Muslim – Part 1 :[audio:http://db.tt/MEYwfI6v|titles=Akhlak mulia seorang Muslim-Part 1]
  2. Akhlak mulia seorang Muslim – Part 2 :[audio:http://db.tt/fP46WfXj|titles=Akhlak mulia seorang Muslim-Part 2]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

0:00
0:00